Racun Di Sungai La Hana

Racun Di Sungai La Hana

Racun di Sungai La Hana (Khasna Nurul Azizah / Greeneration Foundation)
Racun di Sungai La Hana (Khasna Nurul Azizah / Greeneration Foundation)

Daftar Isi

Angin menerpa kulit keriput pucatnya Ketika mulai bercerita.

“Sekarang aku sudah berumur 80 tahun. Ketika kecelakan besar 60 tahun lalu, aku masih sangat muda…” Fela menerawang ke 60 tahun lalu.

Tahun 3030 Fela sedang berlayar melakukan penelitian di segitiga bermuda, mencari ikan. Saat itu ikan-ikan banyak yang sudah punah akibat sampah manusia. Hutan ditebang berganti dengan bangunan-bangungan pencakar langit di mana-mana. Fela harus berlayar menantang bahaya, jauh ke tengah laut di segitiga bermuda demi bisa menemukan ikan.

Fela melamun di dek kapal, begitu lama hingga seorang awak kapal menghampirinya.

”Nona sudah berdiri di sini selama tiga jam. Mau berdiri berapa lama lagi?” Katanya dalam logat Papua yang kental.

“Oh maaf, mau dibersihkan ya?” Fela melangkah pergi menuju kamarnya. Malam mulai larut. Fela melepas kuncirnya dan terlelap dalam tidurnya.

Fela terbangun karena suara sirine kapal meraung. Ia melihat lantai dek kapal terendam air laut.

“Cepat… cepat sebelah sini! Evakuasi semua penumpang!” Teriak para awak kapal.

Fela segera berenang menuju jalur evakuasi. Jantungnya berdebar keras. Air semakin naik. Fela tenggelam. Sambil menahan nafas, ia berusaha melawan arus.

Fela terseret arus jauh sekali dan terdampar.

“Uhuk… uhuk..” Ia tersedak. Fela melihat berkeliling. Di sekitarnya ada hutan dan hulu sungai. Kepala Fela pusing sehabis terbentur sesuatu. Tak lama setelah pusingnya agak hilang ia mulai mengelilingi tempat kecil itu.

“Di mana ini?” pikirnya.

“Sungai apa ini? Kenapa masih banyak pohon? Apakah ini hutan? Di mana aku?” Ribuan pertanyaan berkecamuk di kepala Fela.

“Bisakah kau menyingkir manusia?”

Fela terkejut lalu memutar tubuhnya. Di hadapannya berdiri makhluk aneh. Bentuk tubuhnya tak jauh beda dengan manusia hanya saja ia memiliki sayap berwarna biru dan telinga yang panjang.

“Kau ini apa? Di mana aku? Tunggu… Apa aku mati?”

“Tenang! Kau belum mati. Selamat datang di Aruna, planet para peri. Sekarang menyingkirlah”

Fela memberi jalan untuk peri itu.

“Tunggu! Siapa namamu?”

“Namaku Mizu. Aku anak kepala desa Alrey” jawab Mizu kaku.

“Ehmm.. Bagaimana aku bisa sampai di Aruna? Apa aku terlempar dari luar angkasa?”

“Bantu aku membawa buah buahan ini dan akan ku ceritakan segalanya” Mizu meletakkan sekotak buah-buahan ke tangan Fela.

Mereka berjalan menyusuri sungai hingga sampai di sebuah desa besar. Mizu mempersilakan Fela masuk ke rumah bambunya. Suasana desa tampak lesu. Setelah meletakkan buah-buahan di meja, Fela duduk di anak tangga, di depan rumah.

“Aruna dengan bumi selalu terhubung dan saling membutuhkan. Dua planet ini bekerjasama memenuhi kebutuhan masing-masing, saling menguntungkan. Bumi mengirimkan 4.000 liter air setiap hari ke Aruna sebagai sumber kehidupan. Sementara Aruna mengirimkan 400 telur ikan berbagai jenis. Begitu terus sejak triliunan tahun lalu. Hingga suatu hari benda asing yang manusia sebut p-l-a-s-t-i-k muncul di Aruna. Plastik mempunyai susunan atom yang padat dan rumit, yang membuat semacam energi elektrik. Tubuh dan kulit para peri sangat sensitif terhadap susunan elektron atom jenis ini. Kulit kami akan membusuk setiap menyentuhnya, bahkan bisa mati.” Mizu menjelaskan dengan pandangan menerawang.

Fela tergugu tak bicara sejenak.

“Lalu bagaimana aku bisa sampai ke sini? Kenapa manusia tidak tahu kalau kalian ada?” Masih banyak pertanyaan berkecamuk di kepala Fela.

“Kepala desa melindungi planet ini dengan mantra. Beberapa dari kami memiliki kemampuan berubah bentuk. Namun hanya putra kepala desa sepertiku yang bisa berubah bentuk menjadi manusia biasa untuk turun ke Bumi. Kau masuk ke sini lewat lubang hitam yang ada di segitiga bermuda. Aku membawamu kemari”

Fela mendengarkan dengan cermat. “Lalu Kenapa ikan di Bumi banyak yang punah?”

Mizu tersenyum kecut menanggapi pertanyaan Fela, lalu beranjak berdiri.

“Ayo ikut aku! mungkin ini akan menjawab pertanyaanmu. Kau boleh mewawancarai seseorang” Fela mengikuti Mizu ke sebuah rumah.

”Mina, ini Mizu. Bukalah pintunya!” seorang peri seperti Mizu tapi dengan sayap hitam lusuh membuka pintu.

Mina yang awalnya tersenyum melihat Mizu sahabatnya, mendadak menjadi galak dan marah.

“Kenapa ada manusia? Kalian sangat jahat! Terkutuklah kalian!” Mina meradang tak lagi mampu menahan amarahnya.

“Mina tenanglah!” Mizu berusaha menjelaskan tujuan kedatangan Fela ke Aruna.

“Jadi apa yang ingin kau tanyakan?” Mina mulai memahami dan menguasai dirinya.

“Mina, ada apa dengan sayapmu? kenapa kau bilang gara gara manusia kau kehilangan kemampuan terbang?” Fela mulai mengumpulkan data.

“Tentu saja karena sampah plastik. Saat aku sedang beristirahat, tak sengaja aku merebahkan diri di atas kantong plastik yang terdampar di sungai. Sayapku terasa panas dan semenjak itu aku kehilangan kemampuan terbangku”

“Lalu kenapa kalian berhenti mengirim ikan ke bumi?”

“Tentu saja karena sampah plastik juga. Coba pikir, memangnya kami bisa mengirim telur ikan jika sungai La Hana dibanjiri sampah? La Hana adalah sungai pusat di Aruna yang terhubung dengan wilayah lautan di Bumi melalui segitiga bermuda. Jika Seluruh sungai yang ada di Bumi tercemar sampah plastik, maka akhirnya akan bermuara juga ke La Hana. Jika La Hana tercemar, kami tak lagi bisa mengirimkan bibit-bibit ikan ke Bumi. Ditambah lagi, banyak peri terluka dan tak mampu merawat bibit-bibit ikan untuk Bumi.”

“Kami membawamu kemari karena ingin memintamu untuk membantu membersihkan sungai dari sampah plastik. Agar Sungai La Hana bisa jernih kembali, sehingga para peri bisa mencuci lukanya. Berinovasi Lah!” lanjut Mizu penuh harap.

Fela berpikir “Membersihkan sungai di seluruh bumi? Bagaimana caranya?”

Namun Fela tak hendak berputus asa. Sungai memang harus dibersihkan. Ekosistem Bumi harus pulih. Fela lantas menjawab mantap,

“Baiklah aku berjanji akan membantu sebisa mungkin untuk mengajak seluruh umat manusia membersihkan sungai di bumi.”

“Janji Taurus?” tanya Mizu mengulurkan tanganya

“Apa itu?” tanya Fela.

“Janji tak terpatahkan. Jika melanggar akan berakibat fatal.” jawab Mina

“Baiklah, janji Taurus” Fela menyambut uluran tangan Mizu.

Setelah Fela kembali ke Bumi, ia menceritakan semuanya dan mengajak setiap orang mulai membersihkan sungai. Hingga 30 tahun kemudian manusia menemukan banyak inovasi baru dan sungai bersih dari plasti. Salah satu inovasinya adalah kantong dari kulit buah yang mudah terurai. Bumi dan Aruna kembali pulih.

Ini berarti akhir perpisahan bagi Mizu dan Fela. Ayah Mizu memberi mantra ampuh agar manusia tidak pernah masuk ke planet Aruna, kecuali Aruna membutuhkan bantuan manusia.

“Jadi tetaplah rawatlah sungai, Mizu kecilku. Sekarang, ayo kita membuat ikan bakar.” Fela mengakhiri ceritanya. Ia bangkit berdiri dari kursi nyamannya diikuti cucu kecilnya.

Karya Juara Pertama Citarum Repair Writing Competition

Bagikan Artikel Ini
Postingan Terkait
Penanaman Pohon Cemara Laut Bersama Andien (Rendra Rafsanjani Arifin / EcoRanger)
Aksi Nyata Greeneration Foundation untuk Lingkungan
Pemandangan Pabrik Coklat (Loic Manegarium / Pexel)
Carbon Trading Solusi Kurangi GRK
Green Economy Illustration (Chuttersnap / Unsplash)
Mengenal Kebijakan untuk Ekonomi Hijau
Ingin Terus Mendapatkan Informasi Terbaru Kami? Berlangganan Sekarang
Dengan berlangganan kamu telah menyetujui Kebijakan Privasi yang berlaku.
img 9429 cleanup

Mau up-date tentang kondisi lingkungan terkini?
Berlangganan sekarang!

Masukkan e-mailmu dan kami akan kirimkan berbagai informasi lingkungan menarik dan berbobot hanya untuk kamu, Generasi Hijau!

Dengan berlangganan kamu telah menyetujui Kebijakan Privasi yang berlaku.