Potensi Circular Economy pada Industri Tekstil: Gen-Z dan Millennial sebagai Penggerak Sustainable Fashion

Potensi Circular Economy pada Industri Tekstil: Gen-Z dan Millennial sebagai Penggerak Sustainable Fashion

Ilustrasi perlengkapan fashion (sumber: pexels)
Ilustrasi perlengkapan fashion (sumber: pexels)

Daftar Isi

Sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan menjadi sebuah tren dan salah satu hal yang diperhitungkan konsumen dalam membeli pakaian. Tingginya permintaan akan pakaian yang sustainable didorong oleh tingginya kesadaran akan sustainable fashion pada konsumen terbesar saat ini yaitu Gen-Z dan millennial, mendorong rantai pemasok di industri tekstil dan retailer besar mengambil langkah dan berkomitmen untuk mengubah bisnis model ke arah sustainable.

Fast Fashion di Indonesia

Tren fast fashion yang merebak dipicu oleh perkembangan tren fesyen dan inovasi teknologi dengan kemunculan media sosial dan online shop, serta berkembangnya populasi dunia. Sebagai 10 negara produsen tekstil terbesar dan pengekspor terbesar ke-12 di dunia, Indonesia menyumbang sebanyak 88% limbah tekstil yang berakhir di tempat pembuangan atau pembakaran. Besarnya potensi kontribusi industri tekstil secara ekonomi, sosial dan lingkungan menjadikan industri ini unggul dan ideal untuk penerapan circular economy di Indonesia. Dalam circular economy, penggunaan sumber daya, sampah, emisi dan energi terbuang diminimalisir dengan menutup siklus produksi-konsumsi dengan cara memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, penggunaan kembali, daur ulang ke produk semula (recycling), dan daur ulang menjadi produk lain (upcycling).

Jika dibandingkan dengan 15 tahun yang lalu, rata-rata konsumen di dunia membeli 60 persen pakaian lebih banyak. Sebuah survei terbaru mengungkapkan bahwa 3 dari 10 orang Indonesia membuang pakaian yang tidak diinginkan setelah satu kali pemakaian. Siklus ‘hidup’ pakaian yang pendek disertai dengan produksi dan konsumsi pakaian murah berlebihan menyebabkan peningkatan jumlah limbah tekstil secara signifikan dan diprediksi akan memburuk pada tahun 2030 di Indonesia.

Berbicara mengenai limbah tekstil, sekitar 180 ton limbah beracun dibuang ke Sungai Citarum setiap harinya yang berdampak pada tercemarnya air lokal di Jakarta Barat dan menurunnya kesuburan tanah di tahun 2018. Permintaan akan bahan viscose memperparah deforestasi hutan Indonesia. Selain itu, limbah dalam jumlah besar dari industri batik dapat membahayakan hidup manusia dan binatang. Di tahun 2015, produksi tekstil juga menyumbang 10% dari semua emisi gas rumah kaca global dan menghasilkan 1,2 miliar ton CO2e.

Peran Gen-Z dan Millennial dalam Sustainable Fashion

Dominasi Gen-Z dan Millennial dalam dunia fashion didukung oleh kemunculan smartphone dan media sosial. Kemudahan dalam mengakses online shop dan keinginan untuk selalu up-to-date serta terlihat bergaya berdampak besar akan konsumsi berlebih pakaian. Meskipun begitu, berdasarkan survey global di tahun 2018, sebanyak 66% millennial bersedia membeli pakaian lebih banyak untuk merek yang berkelanjutan dan sebanyak 69% memperhatikan klaim branding “eco-friendly” dan “sustainable” saat membeli pakaian. Komitmen Gen-Z dan Millennial untuk membeli pakaian yang berasal dari retailer yang berkomitmen pada sustainability terhambat oleh permintaan akan pakaian berharga murah. Namun, peluang untuk membeli barang yang lebih mahal sangat mungkin terjadi ketika generasi tersebut sudah memiliki penghasilan lebih di masa mendatang. Kesadaran akan peduli lingkungan dan sosial oleh Gen-Z dan Millennial mempengaruhi pelaku industri tekstil dan retailer besar dan brand lokal untuk mengubah model bisnis ke arah sustainable.

Penerapan Reuse dan Recycle dalam Penerapan Ekonomi Sirkular

Pendekatan “reuse” memiliki potensi yang sangat besar dalam penerapan ekonomi sirkular. Berdasarkan survey, sebanyak 20% millennial di Indonesia menjadikan faktor bosan sebagai motivasi utama untuk membuang pakaian mereka. Banyak alternatif yang bisa ditawarkan untuk memperpanjang masa pemakaian produk tekstil antara lain preloved atau menjual kembali pakaian bekas, perbaikan pakaian dan menyewa pakaian. Selain itu, potensi untuk meng-upcycle bahan sisa produksi tekstil ataupun kain batik dapat diubah menjadi berbagai jenis produk pakaian wanita. Potensi “reuse” juga menjadi alasan produsen dan merek untuk mengganti bahan pakaian yang sustainable.

Sementara itu, tingkat recycle atau daur ulang limbah tekstil di Indonesia diperkirakan menjadi 12%, padahal sekitar 20% limbah tekstil dapat didaur ulang. Proses recycle sendiri membutuhkan bantuan bahan kimia serta mesin, berbeda dengan proses reuse. Akan tetapi, proses recycle menggunakan bahan kimia masih terbatas untuk diterapkan di Indonesia saat ini. Bukan hanya keterbatasan, tetapi recycle memiliki resiko menurunkan kualitas bahan yang didaur ulang. Hal tersebut yang membuat beberapa produsen untuk menciptakan jeans dari material yang mudah untuk didaur ulang dan lebih tahan lama.

Respon Industri Tekstil dan Retailer

Tidak hanya brand-brand besar, banyak brand fashion lokal yang juga menerapkan keberlanjutan seperti merek Sejauh Mata Memandang, Sukkha Citha, dan Kana Goods. Penerapan ekonomi sirkular untuk pelaku usaha memiliki potensi profitable dengan mengurangi sebesar 16.4 juta ton emisi CO2 -eq dan 1.2 miliar kubik air. Hal ini dapat menekan biaya produksi para pelaku usaha di sektor industri tekstil.

Penerapan efisiensi sumber daya dan produksi bersih di sebuah industri di Semarang berhasil mengurangi konsumsi air hingga 31.4%, pengurangan air limbah hingga 23.7%, 7.1% pengurangan penggunaan listrik, dan penurunan emisi GRK hingga 9.8%. Strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai hasil tersebut, antara lain dengan manajemen industri secara berkelanjutan, modifikasi produk dan peralatan, dan perubahan teknologi. Selain itu, dapat dilakukan pengurangan limbah pakaian, seperti reuse, repairing, dan recycling pakaian agar tidak dibuang langsung ke TPA.

Referensi

[1] Widyasanti, A. A. (2021). Strategi Mewujudkan Implementasi Ekonomi Sirkular pada Industri Tekstil di Indonesia.

[2] Economic, Social, and Environmental Benefits of a Circular Economy in Indonesia (Bappenas , UNDP, & Embassy of Denmark, 2021)

[3] HSBC Global Research. 2019

[4] Sembiring, Emenda. komunikasi pribadi. 24 Agustus 2021

Bagikan Artikel Ini
Postingan Terkait
Foto 1. Antrian BBM Menjelang Kenaikan Harga BBM (pelitakarawang.com)
Ketahanan Energi Indonesia
Foto Paris Fashion Week 2022 (Journaldesfemmes.fr)
Paris Fashion Week: Intip Inovasi Fesyen Berkelanjutan
Foto 1. Poster Kampanye Zero-waste week (Rebecca / Pinterest)
Kampanye Zero-waste Week untuk Bumi
Ingin Terus Mendapatkan Informasi Terbaru Kami? Berlangganan Sekarang
Dengan berlangganan kamu telah menyetujui Kebijakan Privasi yang berlaku.
img 9429 cleanup

Mau up-date tentang kondisi lingkungan terkini?
Berlangganan sekarang!

Masukkan e-mailmu dan kami akan kirimkan berbagai informasi lingkungan menarik dan berbobot hanya untuk kamu, Generasi Hijau!

Dengan berlangganan kamu telah menyetujui Kebijakan Privasi yang berlaku.